“Save Palestine, save Palestine, save Indonesianya mana?”
Judul di atas adalah kalimat yang sempat kuucap di sela-sela seminar penelitian yang kulakukan di pulau Batam. Terang saja semua audien langsung pada senyam-senyum melihat kekonyolanku di acara seminar itu. Untung saja dosen pembimbingku juga agak ndugal dan terkenal blak-blakan. Biar, biar orang-orang pada tahu. Aku muak dengan pemberitaan yang tak berimbang di lingkungan kampus. Mading-mading penuh dengan semboyan asing. Dari yang lunak sampai yang paling menyentak.
Orang-orang golongan kiri cuma bisa mojok di kantin kampus, terutama golongan penikmat seni, penikmat band-band indie, sastra, dan puisi. Masih lekat dalam ingatanku betapa susahnya kawanku meminta ijin untuk sekedar menyelenggarakan konser di kampus itu. Entah, sekarang aku tak tahu, kabarnya makin susah saja untuk menyelenggarakan acara “seni” di kampus ini.
Orang-orang lugu semakin kebingungan dan jadi makanan empuk paguyuban-paguyuban ahli sorga untuk mencengkeramnya. Maka tak jadi keheranan jika ada berita yang mengabarkan salah seorang mahasiswi kampus hijau itu kena virus cuci otak. Ah, bukankah virus kemalasan lebih bersahaja?
Ps: Pemberangusan, penindasan tetaplah perbuatan keji yang harus dihapuskan di atas dunia ini
0 Response to "“Save Palestine, save Palestine, save Indonesianya mana?”"
Post a Comment