DUALITAS KAUM “SAKIT”
DUALITAS KAUM “SAKIT”
Membahas tentang agama dan spiritualitas tak lepas dari hukum dualitas. Bagaimana master pemalas membahas masalah ini? Simak baik-baik postingan berikut ini.
Bertemu dengan seorang gay muda
Cukup ngeri juga untuk melakukan wawancara dengan seorang gay, apalagi masih muda. Akan terasa atmosfer yang demikian berbeda tentunya jika aku mengajaknya bicara. Yup, tapi ternyata tidak seheboh itu kok. Ia justru yang mendekatiku ketika lagi menunggu teman di sebuah tempat makan di Bogor. Memang tempat ini mungkin tempat mangkalnya kaum “sakit”. Di depan mataku terlihat segerombolan anak muda yang baru datang dan disambut dengan cipika-cipiki kelompok yang sudah lama nongkrong. Taksiranku umurnya sekitar duapuluh tahunan. Ada yang melambai ada pula yang tampah seperi lelaki biasa. Berikut ini introgasi yang aku lancarkan disela obrolannya:
“kamu sejak kapan seperti ini?”
“udah lama kak, sejak SMP”
“lhah, apa pernah kamu dapat perlakuan yang engga sepantasnya dari seorang lelaki?”
“engga juga. Aku nggak tahu kenapa bisa seperti ini”
“menurutmu, kamu seperti ini normal nggak?”
“enggak”
“lalu, kenapa nggak bisa suka ama cewe?”
“enggak tahu, udah dari sononya kali. Lebih suka liat cowok ganteng daripada cewe”
Sejenak ada sekumpulan cewe lewat di depan kami. Lumayan cakep juga ceweknya, apalagi pantatnya itu lho… ngeri deh…
“eh, itu lihat ada cewe cakep, mau engga”
“apa sih, orang engga minat ama cewek kok”
Lalu aku menunjuk seorang cowok yang ada di sekitar situ.
“eh, kalau cowok itu mau ngga?”
“hmmm, lumayan sih tapi bukan seleraku”
Pembicaraan terhenti karena temanku sudah sms.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Manusia itu dari sononya emang ada dua sisi maskulin dan feminism sekaligus (dualitas). Dua sisi itu mulai berperang semenjak anak manusia mulai memasuki remaja. Jika lingkungan tempat tinggalnya cenderung “normal” maka ia kemungkinan besarnya juga “normal”. Demikian sebaliknya. Begitupun juga kalau dua sisi itu imbang maka kecenderungannya ia menjadi biseksual. Sebenarnya tak ada yang salah jika kita suka lihat sesuatu yang lebih indah. Itu fitrah. Contohnya akupun lebih suka lihat cowok ganteng daripada cowok yang aduh…. Ngga perlu aku sebutkan deh. Sama cewek juga sama. Lebih memikat lihat cewek cantik bin manis daripada lihat cewek yang jelek. Jika kita telah masuk ke dalam dunia spiritualitas maka melihat hal seperti ini kita bisa lebih jernih untuk menjadi bijak.
Jadi kesimpulannya?
0 Response to "DUALITAS KAUM “SAKIT”"
Post a Comment