BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI

Setelah sekian lama ngga update blog ini dikarenakan radar “malas”ku sedang menuntunku ke arah kesibukan lain, kali ini aku akan share sebuah note yang cukup menggugah dari seorang teman facebookku, saudara Arif RH. Dari sejak pertama menjalin pertemanan dengan beliau aku cukup tersentak melihat status-statusnya yang cukup vulgar, segar, sekaligus menampar bagi mereka yang awam keh keh keh. Melalui status-status tersebut dan juga note-notenya yang seringkali aku curi baca, sedikit banyak telah menunjukkan karakter beliau kepadaku. Dan ternyata jalan hidup beliau mirip denganku. Bedanya, beliau sudah sekian lama bergelut dalam track hidupnya
sedangkan aku bisa dibilang baru-baru saja. Jika dalam buku pertama aku mengaitkan seni kemalasan dengan bahasan kebumian, maka dalam buku kedua aku akan menggabungkan seni kemalasan dalam topic kebumian dan kelangitan dengan lebih komprehensif lagi. Ya...... jika ada yang masih bingung dengan seni kemalasan atau nggak setuju dengan seni kemalasan, aku sangat memakluminya karena seni kemalasan sebenarnya berhubungan dengan bahasan kelangitan. Berikut ini adalah note dari saudara Arif RH yang sudah aku mintakan izin untuk aku share di blog ini. “Kebetulan” topic bahasannya pas banget dengan blog supermalas ini keh keh keh. Sedikit banyak note tersebut menyentuh bahasan kelangitan, yaitu yang melibatkan manusia itu sendiri sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Lao Zi: 

Empat Besar

Ada sesuatu yang samar-samar di luar alam semesta
Jauh sebelum langit dan bumi ini diciptakan sudah ada
Oh! Betapa sunyi dan heningnya keadaan pada waktu itu
Keberadaannya bebas tunggal dan tidak pernah berubah
Dia berkeliling kemana-mana tanpa henti
Dia bisa disebut Ibunda yang menciptakan dunia ini
Aku tidak tahu siapa namaNya
Agak terpaksa aku beri nama Dao
Kalau mau dipaksakan lagi aku beri nama Mahabesar
Besarnya tanpa batas dan tidak bisa kelihatan
Tidak bisa kelihatan berarti keberadaanNya amat jauh
Meskipun jauh Dia akan kembali lagi kepada ciptaanNya

Maka,
Dao adalah besar
Langit adalah besar
Bumi adalah besar
Manusia juga besar

Di alam semesta ini ada empat besar
Makhluk manusia juga termasuk salah satu yang besar
Manusia mengikuti jalannya hukum bumi
Bumi mengikuti jalannya hukum lagit
Langit mengikuti jalnnya hukum Dao
Dao mengikuti jalannya hukum alam

BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI

Dalam beberapa kesempatan seminar dan workshop sering ada pertanyaan dari peserta tentang bagaimana MENGHILANGKAN RASA MALAS . Saya tegaskan bahwa sampai alam semesta hancur lebur pun rasa malas itu tidak akan bisa kita hilangkan. Para peserta bingung dengan jawaban saya itu. Dan bisa jadi ada beberapa di antara anda yang membaca tulisan saya ini pun jadi bingung. Lho kok motivator bilang begitu? Kan sudah saya bilang saya ini bukan motivator, he he. Waktu dulu tahun 2007-2009 ketika saya ditanya demikian pasti saya akan berikan TIPS TIPS JITU MENGHILANGKAN RASA MALAS weheeee keren khaaan? Motivator gitu loooh. Dan soal tips-tips tersebut seringkali saya sendiri GAGAL dalam mempraktekannya untuk diri saya sendiri. Hanya berhasil di awal lalu tidak efektif lagi. Nah sering gagalnya jurus-jurus yang saya pelajari membuat saya merenung apakah ada sesuatu yang salah saya pahami tentang manusia ini? Khususnya tentang diri saya ini? Mengapa ada suatu saat berpikir positif dan berperasan positif itu sangat sulit dilakukan. Semakin saya lakukan semakin saya menderita. Nampak di permukaan saya bahagia, tapi ada ketegangan jiwa yang mengguncang saya.

Dulu saya meyakini bahwa “Kunci sukses adalah ketika kita sudah MENGALAHKAN DIRI SENDIRI” Ternyata seiring waktu saya menemukan jawaban yang lebih bijak. Kuncinya justru BUKAN MENGALAHKAN DIRI SENDIRI melainkan BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI. Selama ini saya telah terjebak pada dimensi TEKNIK saja dan melupakan tentang FILOSOFI MANUSIA. Ya, soalnya waktu kuliah saya ini penggila filsafat, sampe muak pokoknya. Setelah menerjuni dunia pengembangan diri ogah lagi bahas filsafat, namun ternyata pengetahuan filsafat itu masih sangat dibutuhkan. Akhirnya mulai saya menyelami kembali dimensi filsafat khususnya mengenai filosofi manusia ini. AHA !!! Ini dia kuncinya. Sebuah kenyataan bahwa MANUSIA ITU SEMPURNA. Sempurna ini merupakan TANDA bahwa segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia SEMUANYA ya memang HARUS BEGITU ADANYA. Artinya jika kita berupaya membuang segala sesuatu yang sudah ada di dalam diri manusia ya sudah pasti tidak akan bisa. Lha wong itu perlengkapan “onderdil” nya manusia kok mau dibuang.

Dalam pelatihan saya biasa mencontohkan yang di awal tadi soal MALAS. Saya tanya kepada audience. “MALAS itu BAIK atau BURUK?”. Biasanya 100 persen peserta akan menjawab BURUUUK !!!. Saya tanya lagi, “Kalau RAJIN itu BAIK atau BURUK?. Serempak mereka menjawab, “BAIIIK”. Kemudian saya tanya lagi, “Kalau MALAS KORUPSI?”. Anehnya peserta menjawab, BAIIIK !! “Kalau RAJIN KORUPSI?”. “BURUUUK !!” “Kalau MALAS MEMFITNAH ORANG?”. Peserta menjawab lagi, BAIIIK !!!. “Kalau RAJIN FITNAH ORANG?”. “BURUUUK !!! Saya tanya lagi, “Kalau MALAS IBADAH?”. Peserta menjawab, BURUUUK !!!. Saya tanya lagi, “Kalau MALAS SEDEKAH?. Peserta menjawab, BURUUK !!. Jadi, MALAS itu BAIK atau BURUK? RAJIN itu BAIK atau BURUK? Mereka bingung. Iya ya? Nah loh. Satu kata akhirnya. TERGANTUNG !!! MALAS DALAM HAL APA DULU? RAJIN DALAM HAL APA DULU?

Dari contoh tersebut jelas MALAS dan RAJIN ini pada dasarnya NETRAL. Dan karena netral baik dan buruknya tergantung situasi dan kondisinya, tergantung konteksnya. Lha kalo udah tau gini terus masih berpikir MEMBUANG RASA MALAS ya saya kira itu “rodho gendheng”. Lha wong itu perangkat kelengkapan kita kok mau dibuang. Sekarang, bayangkan kalau anda TIDAK PUNYA RASA MALAS” dan anda “TERLALU SANGAT SANGAT RAJIN”. Bisa-bisa anda workaholic dan memforsir tubuh anda. Saat rekreasi jalan-jalan di pantai, anda tetap saja memikirkan pekerjaan di kantor, saking rajinnya. Tapi juga sebaliknya jika TERLALU MALAS ya BAHAYA!! Anda akan sering menunda pekerjaan dan akhirnya semuanya berantakan. Di satu sisi malas bisa menurunkan kualitas kita, di sisi lain sangat membantu kita agar bisa beristirahat total.

Nah karena ketidaktahuan saat seseorang malas ia berperang dengan rasa malas itu secara frontal dan berupaya membuangnya. Bahkan ia membenci dirinya. Ia melabeli dirinya sebagai PEMALAS. Kemudian ia sering melakukan afirmasi, SAYA RAJIN, SAYA RAJIN !!! Saya tidak tau bagaimana dengan anda, tapi saya pribadi merasa MENDERITA dengan cara ini. Memang badan bergerak, tapi jiwa ditekan terus menerus. Kita tidak bisa menipu diri kok bahwa kadang kita menganiaya diri sendiri atas nama BERPIKIR POSITIF. Kita tidak menyadari bahwa sebenarnya kita sedang MELAWAN diri sendiri.

Salam Hakikat ...
ARIF RH
(The Happiness Consultant)

sebenarnya ini masuk dalam artikel yang pernah aku posting dengan judul: PENYAKIT PALING AKUT


Sebagai pelengkap, silakan Anda baca artikel DI SINI , DI SINI, dan DI SINI
Semoga dapat dipahami secara bijak.

0 Response to "BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2