LINTANG, AKU INGIN PULANG….

Oleh: Mata Elang

“Elang, aku tunggu kau di pantai. Sore ini!”, sesingkat itulah Lintang mengirimiku sebuah pesan.

Ada apa, pikirku. Apakah kali ini ia tahu bahwa aku sedang merasa kesepian? Apakah ia tahu bahwa kali ini aku sedang membutuhkan seorang penyemangat? Ah, aku tak tahu pasti. Namun yang jelas, memang sekarang hatiku sedang tak karuan. Sudah beberapa kali aku mencoba menenangkannya dengan mengingatNya tapi kali ini tak semudah yang sudah-sudah. 

Lewat tengah hari aku segera menuruni kedai kaki langit, menyusuri tebing-tebing yang cukup terjal. Aku tahu Lintang sudah berada di pantai itu. Aku segera bergegas. Dalam situasi seperti ini, aku kembali teringat kisah tentang setetes air dimana ia akan menyusuri tebing-tebing seperti ini dengan membawa kesejukannya demi kehidupan makhluk lainnya. Ia membawakan saripati dan nutrisi untuk tetumbuhan juga hewan-hewan. Pada akhirnya ia pun akan menjadi raja dari ribuan anak sungai. Ia akan kembali ke pelukan ibundanya, lautan paling dalam1

……….

Di atas sebuah karang aku melihat Lintang tampak duduk bersila, memejamkan mata, oh… hening sekali. Perlahan aku mendekatinya…

“aku sengaja mengajakmu ke sini Elang. Aku sengaja ingin mengingatkanmu sama seperti saat kau mengingatkan Andre Maulana saat ia ditinggal pergi kekasihnya. Aku pun akan mengingatkanmu saat kau mengalami cinta yang bertepuk sebelah tangan.”

“maksudmu?”

“bukankah sekarang kau sedang gelisah? Bukankah sekarang kau sedang merasakan kesepian yang sangat akut?”

“ya… kau benar Lintang. Sepertinya aku lelah”

“itu wajar Elang, kau bukanlah malaikat. Kau adalah manusia”

Setelah mengucapkan itu, Lintang pun beranjak dari tafakurnya. Ia menatapku dengan mata yang teduh, tersenyum kecil sama seperti saat kami pertama kali bertemu di kedai itu. 

“Elang, aku pamit. Di tempat ini semoga kau dapat lebih merasakan rasa dari kenangan masa lalumu itu”

Aku tak bisa berkata-kata lagi. Semburat keemasan sang surya di ufuk barat turut menemani tiap langkah pergi sang Lintang. Tubuh tegap sahabatku itu sedikit demi sedikit tampak mengecil dan hilang ditelan jarak pandang. 

Kenangan? Mungkin lagu itu… 

Nidji – Pulang
di tepi kota ini
ku merasa sangat sepi
berdiri di atas karang
ku kenang wajahmu2


berikan aku waktu
‘tuk berlabuh ke pelukmu
sabarkan semua niatmu
dan jangan tinggalkan aku
jangan tinggalkan..


*) aku ingin pulang
aku ingin pulang
berikan doamu
agar aku pulang


aku ingin pulang
aku ingin pulang
berikan sayapmu3
agar aku pulang


aku ingin cepat pulang
aku ingin cepat pulang
berikan sedikit waktumu
untuk tetap menunggu
tetap menunggu..


baby you said your all that i need
baby you said you make me complete
just come back home
just come back home to me


Oh… benar sekali kau Lintang. Aku ingin pulang. Aku kembali meneteskan air mata. Oh Tuhan… your all that I need, you make me complete. This is my way. Berikan aku waktu, sabarkan semua niatMu. Aku masih harus menyelesaikan jalan ini. 

Nilai dari sebuah dharma dan komitmen

Berbicara mengenai dharma atau jalan hidup aku kembali teringat dengan apa yang tertulis dalam Bhagavad Gita: karena manusia mampu melaksanakannya, ia pun memiliki dharma, yang kendati tidak banyak memberikan pencapaian namun jauh lebih baik daripada mengikuti dharma orang lain. Lebih baik mati demi dharma sendiri; dharma orang lain hanya akan membawa bahaya. 

Jika menilik dalam ajaran agama Islam maka jalan dharma ini mirip dengan makna dari pencapaian kodrat diri. Lebih lengkapnya adalah kodrat dan iradat. Lhoh, bukankah itu sifat Tuhan? Ya… tepat sekali. Itu termasuk dalam sifat dua puluh. Sifat dua puluh ini jugalah yang seharusnya diupayakan utuk dimiliki oleh setiap manusia sehingga ia pantas disebut sebagai makhluk yang paling sempurna. Sifat-sifat ini adalah derivate sifat Tuhan yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia karena tiupan ruhNya. Jangan salah, tidak setiap manusia pantas disebut makhluk sempurna. Akan tetapi, kita harus terus berupaya menyempurnakan diri kita agar Ia berkenan meniupkan ruhNya. Itulah yang dalam islam disebut sebagai insan kamil.

Jalan dharma adalah satu-satunya jalan untuk menyempurnakan diri. Biasanya jalan ini terkait erat dengan potensi diri yang kita bawa dalam diri kita masing-masing. Inilah yang dalam blog ini aku sebut sebagai jalan malas (setiap orang itu suka yang gampang, jangan dipersulit hahahaha). Jalan sorga, cara gampang sesuai dengan nasehat nabi: Dari Imran ra, “Ya Rasulullah, apa dasarnya amal orang yang beramal?” Rasulullah saw. menjawab, “Tiap-tiap diri dimudahkan mengerjakan sebagaimana dia telah diciptakan untuk (amal) itu.” (H. R. Bukhari no. 2026). 

Oleh karena itu, menyia-nyiakan bakat yang ada pada diri bagiku adalah sebuah dosa. Tak ada hal yang lebih buruk kecuali melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan. Aku tak ingin jika hidupku hanya mengikuti siklus biologis; lahir, kanak-kanak, dewasa, tua, dan mati. Bagiku, hal yang demikian itu sama saja seperti tingkah laku hewan (baca lagi artikel DI SINI). Memang kuakui bahwa menempuh jalan ini tidaklah mudah dan tidak setiap orang ingin melakukannya walau itu akan merampas panggilan jiwanya sendiri. Banyak orang lebih suka dalam comfort zone tanpa mendengarkan panggilan jiwanya. Saat kita merasa hidup hanya sebagai rutinitas, tak berkembang, monoton, tak berguna, semuanya mengorbit ke ego, maka saat itulah kita berada dalam posisi jalan dharma yang salah. 

Artikel ini aku tulis ketika aku teringat sebuah keputusan besar yang aku pilih di tahun 2011.  Ya.. untuk memutuskan pilihan ini amatlah berat. Aku harus melakukan perang internal dan eksternal sekaligus. Kenyamanan sebagai seorang atasan (walau masih punya atasan lagi) aku lepaskan begitu saja. Itulah perang internal yang aku rasakan selain juga masalah prinsip. Sedangkan perang eksternal tentu saja adalah melunakkan pandangan orang-orang sekitar, terutama keluarga. Ini adalah perang terhadap norma (lebih jelas, baca lagi artikel DI SINI). Itu semua dapat dilalui jika kita sudah memiliki komitmen yang kokoh di dalam diri.  Tanpa itu, maka aku hanya akan MENGHIDUPIILUSI. Hanya menunda kematian. Aku hanya mengikuti pendapat orang lain bahwa hidup ini harus begini harus begitu. Jika demikian, alangkah sia-sianya hidupku kali ini.

Mempertahankan sebuah prinsip tidaklah semudah yang kita pikirkan. Banyak benturan di sana sini. Banyak cibiran di sana sini. Tapi ketika kita sudah memulai, jalani saja terus. Pastikan bahwa apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan hukum alam. Terkadang kita akan lelah, merasa tak ada dukungan bahkan dari orang terdekat sekalipun. Itu wajar, karena kita hidup dalam norma, dianggap pemimpi itu makanan sehari-hari (padahal dunia ini dikendalikan oleh para pemimpi hehehe). Namun demikian, yakinlah bahwa jika apa yang kita lakukan merupakan panggilan dari dalam, cepat atau lambat niat itu pun akan terwujud (ya, karena kita mencintainya). Kuncinya adalah komitmen. Bakar jembatan dibelakang, nikmati suka citanya. 

Baby you said your all that i need
Baby you said you make me complete
just come back home
just come back home to me


1 Air memiliki karakter paling mulia. Memberi kehidupan pada semua tanpa bersaing. Berada di tempat yang paling rendah yang tidak disukai orang. Maka karakter air sudah mendekati prinsip Dao (Tuhan). Mau berdiam di tempat yang rendah ketenangannya amat dalam. Murah memberi dengan penuh cinta kasih. Ucapannya bisa dipercaya. Mengatur dirinya secara benar. Bekerja sesuai dengan kemampuannya. Bergerak sesuai dengan waktunya. Bagi orang yang tidak mau bersaing. Tidak ada kebencian di dalam hatinya. -Lao Zi-

2 lihat Q.S. Al-Qiyamah (75): 22-23 “wajah-wajah pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannya mereka melihat” konon tempat itulah tempat kembali sesuai apa yang diucapkan rasul atau dalam ajaran martabat tujuh dikatakan sebagai alam wahdah, hakikat muhammadiyah atau nur Muhammad. Dapat juga disejajarkan dengan apa yang dinasehatkan Lao Zi: Dao melahirkan “satu”. “satu” melahirkan “dua”. “dua” melahirkan “tiga”. “tiga” melahirkan lebih banyak lagi. Dimana “satu” adalah representasi Dao. “satu” melahirkan “dua” atau disebut yin yang. “dua” melahirkan “tiga” yaitu bumi langit termasuk manusia dan semua makhluk. Jadi, bersatunya yin yang akan mewujudkan makhluk atau dengan kata lain setiap makhluk mengandung yin yang

3 kalau yang ini aku nggak mau ngomong banyak, cari sendiri interpretasinya hehehe…

Ketika Anda sudah tak merasa memiliki apa-apa maka Anda akan memiliki segalanya (Mata Elang)

Untuk lagunya listen di bawah sini sob…

1 Response to "LINTANG, AKU INGIN PULANG…."

  1. cerita yang mengagungkan sekali :)
    terima kasih sudah sharing juragan

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2